Makhluk hidup dicirikan oleh kemampuan bermetabolisme dan
bereproduksi. Sel merupakan unit terkecil tempat berlangsungnya proses
metabolisme dan reproduksi. Kedua proses ini dikendalikan oleh bahan
genetik, yaitu DNA yang menyusun keseluruhan gen. Bahan genetic akan
mengendalikan pembentukan enzim yang menjalankan metabolisme,dan mampu
bereplikasi memperbanyak diri dalam proses reproduksi. Dari jenis selnya
makhluk selular dibagi menjadi prokariot dan eukariot. Pada sel
eukariot terdapat pembagian ruang menjadi inti dan sitoplasma; pada inti
terdapat bahan genetik (kromosom), sedangkan pada sitoplasma terdapat
organel-organel tempat berlangsungnya proses metabolisme. Sel prokariot
tidak terdapat pembagian sel menjadi inti dan sitoplasma sehingga
material genetik dapat langsung kontak dengan organel. Tubuh virus tidak
memenuhi syarat untuk disebut sel, hanya terdiri dari bahan genetik
yang dibungkus mantel. Oleh karena itu, virus tidak dapat melakukan
metabolisme, kecuali kalau berada di dalam sel inang.
Reproduksi Sel
Bakteri
bereproduksi melalui pembelahan biner, satu sel membelah menjadi dua,
yang dimulai dengan replikasi kromosom bersamaan dengan pembesaran sel
yang diikuti dengan pembelahan sel. Virus akan bereproduksi di dalam sel
inang melalui dua siklus, siklus litik dan siklus lisogenik. Pada
siklus litik virus setelah menginfeksi inang langsung akan menggandakan
bahan genetiknya yang kemudian disusul dengan pembentukan virus-virus
utuh. Pada siklus lisogenik bahan genetik virus akan berintegrtasi
dengan kromosom inang, dan ikut bereproduksi bersamaan reproduksi sel
inang. Siklus reproduksi sel eukariot mempunyai tahapan G1? S? G2?M.
Pada tahapan S dilakukan replikasi kromosom dan pada tahapan M terjadi
pembelahan sel, yaitu melalui proses mitosis atau proses meiosis. Proses
mitosis berlangsung terutama pada perbanyakan vegetatif, yaitu
pembelahan sel untuk membentuk dua sel baru yang sama. Pada mitosis
setiap kromosom akan membentuk kromatid bersaudara, yang selanjutnya
kedua kromatid tersebut akan berpisah menjadi dua kromosom, yang
kemudian masing-masing akan bermigrasi ke dua kutub yang berbeda dan
akhirnya menjadi dua sel yang berbeda. Pada meiosis selain masing-masing
kromosom membentuk dua kromatid juga terjadi perpasangan kromosom
homolog. Pada meiosis I akan terjadi pemisahan kromosom homolog,
kemudian pada meiosis II terjadi pemisahan kromatid bersaudara. Pada
akhir meiosis akan terbentuk empat sel dengan jumlah kromosom separuh
dari kromosom tetua, dan antarsel terdapat perbedaan genetik.
Daur Hidup dan Penentuan Jenis Seks
Daur
hidup eukariot dapat dipenuhi dengan reproduksi vegetatif (siklus
aseksual) atau reproduksi generatif (siklus seksual). Pada reproduksi
vegetatif tidak dilibatkan proses pembentukan gamet dan perkawinan,
sedangkan pada reproduksi generatif terdapat proses pembentukan gamet
dan perkawinan. Adanya pembentukan gamet dan perkawinan menyebabkan
adanya fase haploid dan fase diploid dalam siklus hidup. Makhluk yang
sebagian besar dari siklus hidupnya berada pada fase haploid disebut
haplobion, sedangkan yang fase diploidnya yang lebih panjang disebut
diplobion. Cendawan merupakan makhluk haplobion, sedangkan tumbuhan dan
hewan merupakan diplobion. Khamir merupakan cendawan uniselular, dapat
berkembang secara aseksual maupun seksual. Dua sel dengan tipe
perjodohan yang berbeda dapat melakukan perkawinan membentuk sel
diploid, selanjutnya bermeiosis membentuk sel haploid yang selanjutnya
dapat berkembang menjadi cendawan baru. Sel diploid juga dapat bertahan,
berkembang secara vegetatif menghasilkan cendawan diploid. Neurospora
crassa merupakan cendawan multiselular, mempunyai siklus seksual dan
siklus aseksual. Pada siklus aseksual konidium akan berkecambah
membentuk hifa, yang kemudian dapat berkembang menghasilkan konidium.
Konidium ini juga dapat digunakan sebagai sarana untuk perkawinan.
Konidium apabila jatuh ke dalam askogonium dengan tipe perjodohan yang
berbeda akan berkembang menjadi sel induk spora diploid. Melalui proses
meiosis akan dihasilkan spora yang tersusun dan askus.
Askospora
ini akan berkecambah menjadi individu baru. Tumbuhan dan hewan
merupakan eukaroit multiselular diplobion. Tumbuhan dewasa diploid akan
menghasilkan bunga yang mengandung anter dan putik.Pada anter terdapat
sel induk mikrospora yang melalui proses meiosis akan menghasilkan polen
haploid. Sedangkan pada putik terdapat sel induk megaspora, yang
melalui proses meiosis akan dihasilkan sel telur haploid. Melalui proses
perkawinan akan terjadi penggabungan inti polen dengan sel telur,
menghasilkan zigot diploid. Zigot ini akan berkembang menjadi biji, yang
selanjutnya akan berkembang menjadi individu dewasa.Hewan mempunyai
siklus yang sama dengan tumbuhan, dengan keistimewaan bahwa sebagian
terbesar hewan ada pemisahan seks menjadi individu jantan dan individu
betina. Jenis seks organisme diatur dengan berbagai sistem. Pada bakteri
jenis seks diatur dengan adanya plasmid F, yang membedakan bakteri
menjadi F+ dan F-. Adanya pembedaan tersebut memungkinkan suatu bakteri
melakukan konjugasi, setara dengan perkawinan.Pada cendawan dan tumbuhan
jenis seks ditentukan oleh satu atau beberapa lokus (gen). Perbedaan
alel pada lokus-lokus tersebut menyebabkan organisme menjadi jantan atau
betina. Pada hewan jenis seks ditentukan oleh jenis kromosom seks.
Komposisi kromosom seks tertentu menentukan jenis seks betina, sedangkan
komposisi yang lain menjadi jantan. Pada lebah jenis seks ditentukan
oleh perbedaan tingkat ploidi. Jantan berasal dari telur yang tidak
dibuahi (haploid), dan betina berasal dari telur yang dibuahi (diploid).
Pada ikan dan cacing laut tertentu jenis seks ditentukan oleh
lingkungan, seperti hormon yang dikeluarkan induknya.
HUKUM PEWARISAN MENURUT MENDEL
Hukum Segregasi
Sifat
organisme dikendalikan oleh gen yang dapat diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Setiap sifat dikendalikan oleh sepasang
alel yang terdapat pada satu lokus dari suatu kromosom. Antara dua alel
pada satu lokus mungkin mempunyai hubungan dominan-resesif atau
kodominan. Pada persilangan antara dua tetua homozigot yang berbeda akan
diperoleh F1 yang bersifat heterozigot. Dalam kasus alel
dominan-resesif, fenotipe F1 akan sama dengan fenotipe tetua dominan,
tetapi dalam kasus alel kodominan genotipe F1 yang berbeda dari kedua
genotipe tetuanya akan menghasilkan fenotipe yang berbeda pula.
Persilangan sendiri antar F1 akan menghasilkan generasi F2. Pada
percobaan monohibrid atau persilangan dengan pembeda satu sifat atau
satu lokus, akan diperoleh nisbah genotipe AA : Aa : aa sama dengan
1:2:1, bila F1nya bergenotipe Aa atau tetua-tetua awalnya AA dan aa.
Dalam kasus alel dominan-resesif dari nisbah genotipe tersebut akan
dihasilkan nisbah fenotipe 3:1 untuk dominan (A-) : resesif (aa),
sedangkan dalam kasus alel kodominan akan diperoleh tiga fenotipe yang
mewakili fenotipe tetua-1 (homozigot), F1 (heterozigot), tetua-2
(homozigot) dengan nisbah sama dengan nisbah genotipe. Dari data F2
monohibrid, Mendel menyusun Hukum Segregasi yang bermakna bahwa pasangan
alel yang bergabung melalui perkawinan akan bersegregasi dengan bebas
dalam proses pembentukan gamet. Kebebasan ini ditunjukkan oleh nisbah
yang sama antara gamet F1 beralel A dengan yang beralel a atau 1/2 A dan
1/2 a sehingga melalui proses penggabungan gamet secara acak dalam
pembentukan populasi F2 akan diperoleh genotipe AA, Aa, dan aa dengan
perbandingan AA, 1/2Aa, dan 1/4 aa.
Hukum Perpaduan Bebas
Berdasarkan
data F2 dihibrid, Mendel menyusun Hukum Perpaduan Bebas yang berisi
bahwa segregasi alel-alel pada suatu lokus, bebas dari pengaruh
segregasi alel-alel lokus lainnya. Dari F1 bergenotipe AaBb dalam proses
pembentukan gamet alel A dapat bebas berpadu dengan B atau b, juga a
bebas memilih B atau b. Akibat perpaduan bebas ini maka setiap jenis
gamet yang terbentuk, yaitu AB, Ab, aB, dan ab akan mempunyai frekuensi
yang sama. Dalam kasus dihibrid akan mempunyai frekuensi masing-masing
0,25. Akibat perpaduan bebas dari alel-alel dalam pembentukan gamet, dan
penggabungan bebas gametgamet dalam perkawinan maka dalam kasus alel
dominan-resesif, F2 akan mempunyai fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1.
Untuk membuktikan Hukum Perpaduan Bebas dilakukan uji silang dihibrid
dengan menyilangkan F1 terhadap tetua resesif. Terbukti kebenaran Hukum
ini dengan munculnya turunan uji silang dengan perbandingan 1:1:1:1
untuk fenotipe yang menggambarkan gamet AB, Ab, aB, dan ab. Kebenaran
Hukum Mendel diperkuat oleh hasil pengamatan kromosom yang
memperlihatkan kesetaraan Hukum Mendel dengan perilaku kromosom dalam
proses meiosis. Kesetaraan tersebut terlihat sebagai berikut: kesetaraan
perpasangan alel dengan perpasangan kromosom homolog, kesetaraan
segregasi sepasang alel dengan perpisahan pasangan kromosom homolog
menuju kutub yang berbeda, dan kesetaraan antara perpaduan bebas
alel-alel dengan kebebasan berbagai kromosom dalam memilih kutub yang
dituju dalam meiosis.
Pengembangan Teori Mendel
Dengan
kemajuan penemuan genetika terlihat adanya berbagai fenomena yang
menyimpang dari kaidah Mendel. Penyebab pertama dari penyimpangan
tersebut karena adanya interaksi alel-alel antarlokus dalam ekspresi
pembentukan fenotipe. Interaksi seperti ini secara umum disebut
epistasis, yang terbagi atas interaksi komplementasi, modifikasi dan
duplikasi. Penyebab kedua adalah terjadinya pautan antarlokus atau
segregasi alel-alel suatu lokus yang dipengaruhi oleh segregasi pada
lokus yang lain pada kromosom yang sama. Dan yang terakhir disebabkan
oleh gen yang bersangkutan terletak pada organel di luar inti
(ekstrakromosom). Migrasi organel pada waktu pembelahan sel berbeda
dengan proses migrasi kromosom pada saat meiosis sehingga pewarisannya
tidak mengikuti kaidah Mendel.
PEMETAAN KROMOSOM
Peta Genetika Ekuariot Diploid
Penentuan
posisi gen pada kromosom dilakukan dengan melihat pada kromosom mana
gen-gen tersebut terletak, dan bagaimana jaraknya satu dengan yang lain.
Pengelompokan gen pada kromosom dilihat dengan keterpautan antara satu
lokus dengan yang lainnya. Bila dua lokus berpautan maka disimpulkan
bahwa kedua lokus tersebut terletak pada satu kromosom. Bila lokus
tersebut bersegregasi bebas kemungkinan lokus-lokus tersebut terpisah
pada kromosom yang berbeda. Pada satu kromosom jarak antara satu lokus
dengan lokus yang lainnya diukur dengan menghitung persentase
rekombinasi, yaitu banyaknya gamet tipe rekombinan dibandingkan dengan
total gamet. Bila rekombinan bernilai lebih besar atau sama dengan 0.5
maka kedua lokus dinyatakan bebas, dan lebih kecil dari 0.5 maka
dinyatakan berpautan. Semakin besar jarak antara dua lokus maka akan
semakin besar frekuensi pindah silang dan akan semakin meningkatkan
persentase gamet rekombinan.
Pemetaan Genetik Eukariot Haploid
Cendawan
merupakan makhluk haplobion sehingga analisis genetic dapat langsung
dilakukan terhadap spora hasil meiosis. Spora yang terdapat dalam askus
merupakan tetrad, atau sel-sel hasil dari satu meiosis. Susunan spora
pada suatu askus ada yang teratur (disebut tetrad teratur) dan ada pula
yang tidak teratur (tetrad tidak teratur). Pada cendawan dengan tetrad
teratur, susunan spora pada askus dapat menggambarkan proses meiosis
yang terjadi. Apabila tidak terjadi pindah silang akan dihasilkan askus
tipe DP, dan akan muncul tipe T bila terjadi pindah silang. Dalam kasus
analisis untuk dua lokus akan muncul tipe DR yang merupakan hasil pindah
silang dua pasang kromatid atau akibat perpaduan bebas. Jarak satu
lokus terhadap sentromernya dihitung dengan rumus r = (0.5T/Total) 100%;
dan jarak antara dua lokus dihitung dengan rumus r = {(DR +
0.5T)/Total} 100%. Dalam kasus cendawan dengan tetrad tidak teratur
jarak antarlokus dihitung dari persentase spora rekombinan terhadap
total spora. Jarak dihitung berdasarkan persamaan r = (n-spora
rekombinan/ Total spora) 100%.
Peta Sitologis
Peta
sitologi merupakan peta fisik berdasarkan pengamatan pada kromosom di
bawah mikroskop. Untuk memperoleh gambar kromosom dilakukan pengambilan
sampel dari jaringan dengan sel yang sedang aktif membelah. Gambar
kromosom diperoleh dari pengamatan kromosom saat metafase, kemudian
kromosom tersebut diatur berdasarkan tipenya. Gambar seperti ini disebut
kariotipe. Dalam analisis akan dihitung jumlah kromosom tiap sel,
kemudian dari masing-masing kromosom dipelajari morfologinya, seperti
letak sentromer, keberadaan satelit, dan pita kromatin. Pita-pita
menunjukkan kondensasi DNA, yang dapat diartikan sebagai posisi gen.
Hubungan pita dengan gen dipelajari dengan melihat keberadaan atau
kehilangan pita (delesi) dengan Untuk memperdalam pemahaman Anda
mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut ! kehilangan sifat
tertentu dari organisme. Keparalelan antara peta sitologi dengan peta
genetik dilakukan dengan membandingkan urutan-urutan gen yang dihasilkan
oleh kedua pita tersebut.
STRUKTUR DAN REPLIKASI BAHAN GENETIK..
Struktur Bahan Genetik
Melalui
kejadian transformasi genetik pada bakteri telah dibuktikan bahwa DNA
merupakan unsur genetik atau penentu sifat makhluk hidup. DNA merupakan
suatu makromolekul yang tersusun oleh nukleotida sebagai molekul
dasarnya, sedangkan nukleotida itu sendiri disusun oleh tiga komponen,
yaitu gula (deoksiribonukleotida), fosfat, dan basa. Ada empat jenis
basa pada DNA, yaitu Sitosin, Guanin, Adenin, dan Timin. Di samping DNA
ada asam nukleat lain, yaitu RNA yang dibedakan dari DNA oleh gula dan
basanya. Pada RNA terdapat Ribosa sebagai pengganti Deoksiribosa, dan
Urasil sebagai pengganti Timin pada DNA. Nukleotida yang satu
dirangkaikan dengan nukleotida lain oleh ikatan 3′ – 5′ fosfodiester
membentuk suatu rantai polinukleotida. Dalam satu molekul DNA terdapat
dua utas polinukleotida yang diikat oleh ikatan hidrogen yang terbentuk
antara basa-basanya. Perpasangan A-T diikat oleh dua ikatan hidrogen dan
perpasangan G-C oleh tiga ikatan hidrogen. Pasangan kedua utasan
tersebut berpilin membentuk heliks ganda; pada satu pilinan terdapat 10
pasang basa dengan jarak antar nukleotida sebesar 3.4 A0 atau satu
pilinan mempunyai panjang sekitar 34 A0.
Pilinan
heliks ganda mempunyai garis tengah 20 A0. Struktur heliks ganda dengan
gula fosfat yang terletak di bagian luar heliks dan basa di bagian dalam
heliks, menjamin kestabilan struktur DNA. Kestabilan ini meliputi,
pertama ketahanan DNA terhadap kerusakan akibat keadaan lingkungannya,
dan yang kedua kestabilan genetik yang berhubungan dengan ketepatan
dalam proses replikasi. Struktur heliks-ganda memungkinkan adanya
replikasi semikonservatif yang menjamin ketepatan proses replikasi.
Untuk lebih menjaga kestabilan DNA, di dalam sel DNA berasosiasi dengan
protein, seperti histon pada eukariot. Besarnya DNA yang menyusun genom
beragam dari satu organisme ke organisme lain. Genom virus berkisar dari
3 103 sampai 105 pasang basa, bakteri dari 5 105 sampai 107 pasang
basa, eukariot dari 107 sampai 1011 pasang basa. Genom bakteri terdiri
dari kromosom dan plasmid; dan sebagian besar bakteri mempunyai satu
kromosom. Genom eukariot terdiri dari gen inti yang disusun oleh
sejumlah kromosom, dan gen sitoplasma yang terdapat dalam bentuk DNA
mitokondria dan DNA kloroplas.
Replikasi DNA
Replikasi
DNA mengikuti pola semikonservatif yang melibatkan sejumlah enzim dan
protein di dalamnya. Heliks ganda akan diudar menjadi utas tunggal
dengan bantuan helikase, girase, dan protein SSB. Utas tunggal yang
terbentuk akan membentuk percabangan replikasi dan akan digunakan
sebagai utas model cetakan. Karena pertumbuhan sintesis DNA berjalan
dengan arah 5-3 maka pada utas leading (berujung 3′OH) sintesis akan
bergerak dari ujung ke arah pangkal percabangan replikasi. Sebaliknya
pada utas lagging (berujung 5′P), sintesis berjalan dari pangkal ke
ujung percabangan. Sintesis ini berjalan secara bertahap dalam bentuk
fragmen Okazaki. Polimerase DNA mempunyai tingkat ketepatan yang tinggi
karena dilengkapi dengan perangkat baca ulang. Dengan situs eksonuklease
3-5 nukleotida yang salah akan dibuang dan diganti dengan yang
seharusnya. Dalam replikasi kromosomnya, bakteri menggunakan replikasi
model q yang dimulai dari satu titik Ori, yaitu Ori-C. Replikasi
kromosom eukariot dimulai dari banyak titik Ori, dan berjalan dwiarah.
Virus menggunakan cara replikasi lingkaran berputar dalam proses
replikasinya.
EKSPRESI GEN
Transkripsi: Informasi dari Gen ke RNA
Gen
diekspresikan melalui peranan dalam pengendalian sifat-sifat organisme.
Peran ini dijalankan melalui pengendalian proses pembentukan protein
dan enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi kimia pada berbagai tahapan
metabolisme. Gen diekspresikan melalui dua tahapan, yaitu transkripsi
dan translasi. Transkripsi adalah penyalinan informasi dari gen ke dalam
molekul RNA, yang dalam pelaksanaannya adalah berupa penyusunan
basa-basa pada rantai RNA dengan menggunakan runtunan basa DNA gen
sebagai modelnya. Translasi adalah penterjemahan informasi berupa
runtunan basa RNA menjadi rangkaian asam-amino pada protein. Dalam
transkripsi terdapat dua perangkat, yaitu ruas DNA yang menjadi model
dan enzim transkriptase yang mengkatalisis proses sintesis RNA. Ruas DNA
yang dijadikan model juga disebut ruas penyandi ialah ruas yang
dibatasi oleh promotor dan terminator. Promotor ialah segmen DNA yang
berfungsi sebagai tanda bagi enzim transkriptase untuk mengawali proses
transkripsi atau penyalinan basa DNA menjadi basa RNA. Terminator ialah
segmen DNA yang menjadi tanda untuk berakhirnya proses transkripsi.
Panjang ruas antara promoter dan terminator (ruas penyandi) akan sama
dengan panjang RNA yang dihasilkan. Terdapat empat jenis RNA hasil
transkripsi, yaitu mRNA, tRNA, rRNA, dan snRNA. Tiga RNA selain snRNA
berperanan dalam proses translasi atau sintesis protein. mRNA berperan
sebagai model untuk menyusun runtunan asam-amino rantai polipeptida atau
protein. tRNA berperan sebagai pengangkut asam-amino dan penterjemah
rangkaian kodon-kodon yang terdapat pada mRNA menjadi rangkaian
asam-amino. rRNA berfungsi sebagai rangka ribosom dan mengenali tRNA dan
mRNA.
Protein dan Sandi Genetik
Protein
merupakan makromolekul dengan asam-amino sebagai molekul dasarnya.
Semua asam-amino mempunyai rumus bangun molekul yang sama, kecuali
prolin, terdiri dari gugus R, Ca, gugus – NH2, dan gugus -COOH.
Perbedaan satu asam-amino dengan yang lainnya terletak pada gugus R-nya.
Dikenal 20 jenis asam-amino yang terlibat pada tahap translasi.
Asam-amino dirangkaikan satu dengan yang lain membentuk rantai
polipeptida, yang berbentuk liniear. Struktur polipeptida yang linear
merupakan struktur primer protein, yang kemudian akan berkembang menjadi
struktur sekunder berkat terbentuknya ikatan hidrogen antara asam-amino
pada jarak tertentu. Terdapat dua jenis struktur sekunder yaitu
heliks-a dan lembaran-b. Pada tahap akhir akan terjadi lagi pelipatan
dari struktur sekunder membentuk struktur tersier, yang merupakan bentuk
tiga dimensi. Pada struktur tersier sudah terdapat situs-situs
fungsional protein. Untuk protein monomer (disusun oleh satu
polipeptida) struktur tersier merupakan bentuk akhir protein yang
menentukan fungsinya, sedangkan pada protein oligomer (disusun beberapa
polipeptida) bentuk akhirnya adalah struktur kuartener, yang merupakan
gabungan dari struktur tersier. Struktur akhir protein menentukan
fungsinya, perubahan struktur dapat menyebabkan protein kehilangan
fungsinya. Berdasarkan fungsinya protein terbagi menjadi enzim (berperan
sebagai katalisator), protein cadangan, protein sistem pengangkut,
protein sistem kekebalan, hormon, dan protein struktur. Hubungan antara
protein dengan gen diatur melalui sandi genetik, yaitu suatu aturan yang
menghubungkan antara suatu kodon pada mRNA dengan asam-amino pada
polipeptida. Satu kodon akan menyandikan satu jenis asam-amino, sehingga
dengan begitu satu gen akan menyandikan satu jenis polipeptida.
Perubahan pada kodon akan menyebabkan terjadinya perubahan pada protein.
Translasi: RNA menjadi Protein
Translasi
adalah proses penterjemahan informasi genetik berupa rangkaian kodon
mRNA menjadi rangkaian asam-amino polipeptida. Ada tiga unsur yang
terlibat proses translasi tersebut, yaitu mRNA, tRNA, dan rRNA. Unsur
pertama, mRNA berperan sebagai model untuk menyusun runtunan asam-amino
polipeptida. Pada mRNA terdapat ruas penyandi, yaitu bagian yang
dibatasi oleh kodon awal dan kodon akhir yang akan menjadi model untuk
penyusunan protein. Unsur kedua, tRNA berperan menterjemahkan
kodon-kodon mRNA menjadi asamamino polipeptida dan mengangkut asam-amino
ke kompleks translasi. Kemampuan menterjemahkan dipunyai tRNA berkat
adanya simpul antikodon, sedangkan kemampuan sebagai pengangkut karena
ada ujung penerima asam-amino sehingga tRNA dapat berasosiasi dengan
asam amino membentuk aminoasil-tRNA. Ribosom berperan sebagai tempat
pertemuan mRNA dengan tRNA serta penterjemahan kodon serta reaksi
perangkaian asam-amino. Pada ribosom terdapat berbagai situs yang
berfungsi untuk mendukung peran di atas; situs tersebut ialah situs
mRNA, situs P dan situs A untuk tRNA, serta situs peptidil-transferase.
Translasi dapat dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu inisiasi,
perpanjangan polipeptida, dan proses akhir. Inisiasi dimulai dengan
subunit ribosom kecil mengenali mRNA berkat kemampuan rRNA16S
berpasangan dengan ruas Shine Dalgarno di hulu kodon awal, selanjutnya
tRNA inisiator akan menempel pada kodon awal yang terdapat pada mRNA,
terakhir subunit ribosom besar akan bergabung menghasilkan ribosom
sempurna.
Setelah insisasi pada ribosom akan
menempel mRNA dan aminoasil-tRNA-inisiator pada situs P yang juga tepat
pada posisi kodon awal, kemudian ke situs A akan menempel satu
aminoasil-tRNA yang cocok dengan kodon yang terdapat pada situs
tersebut. Setelah ada dua tRNA pada ribosom akan terjadi reaksi
transpeptidasi yang memindahkan asam-amino dari situs P merangkai dengan
asam amino pada situs A, membentuk aminoasil-tRNA dan terjadi
penambahan satu asam-amino pada rantai polipeptida. Selanjutnya terjadi
pergeseran ribosom satu kodon ke arah hilir mRNA yang menyebabkan
peptidiltRNA dari situs A pindah ke situs P dan situs A kosong dan siap
menerima aminoasil-tRNA berikutnya. Proses akan terus berulang sampai
ribosom menemukan kodon akhir. Ketika ribosom mencapai kodon akhir tidak
akan ada aminoasiltRNA yang masuk ke situs A dan muncul protein FR yang
akan memisahkan ribosom, tRNA, mRNA dan polipeptida. Subunit ribosom
kecil akan terpisah dari subunit besar, mRNA akan terurai menjadi
nukleotida bebas, dan polipeptida siap masuk ke proses berikutnya untuk
membentuk protein yang berfungsi. Untuk dapat mencapai struktur akhir
protein yang fungsional polipeptida hasil translasi kadang-kadang harus
melewati suatu proses modifikasi pascatranslasi, yang dapat berupa
pemotongan rantai polipeptida, perubahan asam-amino tertentu atau
penambahan senyawasenyawa tertentu. Berbagai protein hasil translasi
menurut fungsinya, yaitu enzim, hormon, protein pengangkut, protein
toksin, antibodi, protein penyimpan dan cadangan, protein kontraksi,
serta protein penyangga struktur.
Mutasi Tingkat Gen
Mutasi
ialah perubahan struktur DNA kromosom atau gen-gen, yang menyebabkan
perubahan pada tingkat ekspresi. Perubahan pada struktur gen akan
menyebabkan terjadinya perubahan kodon yang menentukan dalam translasi
protein. Oleh karena itu, mutasi akan menyebabkan terjadinya perubahan
proses metabolisme, yang dikatalisis oleh enzimenzim yang disandikan
oleh gen-gen yang bermutasi tersebut. Perubahan struktur dan ekspresi
gen serta perubahan metabolisme tersebut dapat terlihat pada perubahan
morfologi, perubahan kimia atau perubahan pertumbuhan dan daya adaptasi.
Ukuran perubahan struktur dapat dilihat dari banyaknya basa yang
berubah; apabila hanya satu basa yang berubah maka disebut mutasi titik,
dan apabila sejumlah basa yang berdampingan yang berubah disebut mutasi
basa ganda. Mutasi basa ganda dapat mengenai satu gen atau melebihi
satu gen. Mutasi yang hanya mengenai satu gen disebut mutasi gen, dan
apabila mengenai lebih dari satu gen biasa disebut mutasi kromosom.
Mutasi titik terjadi akibat adanya pergantian (substitusi) suatu
pasangan basa pada DNA dengan pasangan basa lainnya atau akibat
terjadinya penyisipan atau pengurangan satu pasang basa. Substitusi
pasangan basa dapat berupa transisi (purin diganti oleh purin atau
pirimidin diganti oleh pirimidin) atau transversi (purin diganti oleh
pirimidin atau pirimidin diganti oleh purin). Pasangan TA melalui
transisi akan diganti oleh CG, dan melalui transversi diganti oleh AT
dan GC. Akibat perubahan satu basa ini maka akan terjadi perubahan satu
kodon pada mRNA dan perubahan satu asam-amino pada rantai polipeptida.
Ada tiga kemungkinan jenis kodon baru yang muncul, kodon sinonim
(disebut mutasi bisu), kodon lain bukan sinonim (mutasi ubah arah), dan
kodon akhir (mutasi hilang arah). Penambahan atau pengurangan basa DNA
akan menyebabkan perubahan sejumlah kodon yang terdapat di belakang
tempat penyisipan atau pengurangan tersebut.
Perubahan
kodon tersebut dapat juga memunculkan kodon akhir di posisi baru. Oleh
karena itu, mutasi akibat penambahan atau pengurangan akan menyebabkan
terjadinya perubahan sejumlah asam-amino dibelakang titik mutasi serta
mengubah ukuran panjang rantai polipeptida. Mutasi ini dapat terjadi
secara spontan atau akibat adanya rangsangan dari luar. Mutasi spontan
terjadi karena adanya fenomena kimia tautomerik, yaitu perubahan
konfigurasi molekul akibat perubahan kondisi larutan. Perubahan
tautomerik menyebabkan Adenin menjadi Aimino, Sitosin menjadi Cimino,
Guanin menjadi Genol, dan Timin menjadi Tenol. Dalam proses replikasi
turunan-turunan basa tersebut dapat membentuk pasangan berikut
Aimino-Sitosin, Cimino-Adenin, Genol-Timin, Tenol-Guanin. Sejumlah
senyawa kimia (seperti hidroksilamin, EES, EMS, akridin) dapat
merangsang terjadinya perubahan basa DNA. Perubahan basa ini dapat
menyebabkan terjadi perpasangan basa atau basa tersebut dilewati dalam
replikasi atau basa tersebut dibuang dari DNA. Sinar dengan gelombang
tertentu dapat merupakan bahan yang merangsang terjadinya perubahan
struktur DNA dan memunculkan mutasi.
Mutasi Tingkat Kromosom
Mutasi
kromosom ialah mutasi basa ganda yang lingkupannya melebihi rentang
suatu gen. Mutasi kromosom terbagi menjadi perubahan struktur kromosom
dan perubahan jumlah kromosom. Perubahan struktur kromosom terdiri dari
duplikasi (pertambahan atau penggandaan segmen kromosom tertentu),
delesi (kehilangan segmen kromosom), inversi (perubahan arah segmen
kromosom), dan translokasi (perpindahan posisi segmen baik dalam satu
kromosom maupun antarkromosom). Rekombinasi merupakan kekuatan utama
terjadinya perubahan struktur kromosom, yaitu akibat terjadinya
penyimpangan dari proses rekombinasi homolog. Rekombinasi antara
pasangan kromosom homolog pada situs yang bukan situs aslinya dapat
memunculkan duplikasi dan delesi. Rekombinasi antardua situs yang
terdapat dalam satu kromosom yang sama dapat memunculkan delesi dan
inversi. Rekombinasi nirhomolog dapat menyebabkan terjadinya translokasi
intrakromosom. Rekombinasi antara dua kromosom heterolog dapat
memunculkan translokasi antar kromosom. Perubahan jumlah kromosom
terdiri dari perubahan aneuploid (penambahan kromosom tertentu) dan
perubahan euploid (penambahan dengan semua kromosom satu ploidi).
Terjadinya penyimpangan dalam proses mitosis dapat menyebabkan
terjadinya perubahan jumlah kromosom. Perubahan euploid terbagi menjadi
alopoliploid (penambahan dengan ploidi yang berbeda) dan autopolyploid
(penambahan dengan ploid yang sama).
REGULASI EKSPRESI GEN
Regulasi Ekspresi Gen pada Mikrobia
Ekspresi
suatu gen dapat diatur, “dinyalakan atau dimatikan” melalui suatu
sistem yang disebut ekspresi gen. Pada makhluk bersel tunggal terdapat
berbagai tipe atau tingkat regulasi, antara lain regulasi pada tingkat
inisiasi transkripsi (operon laktosa), regulasi pada tingkat RNA
translasi (operon triptofan), regulasi pada tingkat struktur promoter
(pada pergantian protein permukaan flagela S. typhimurium) dan regulasi
pada tingkat struktur gen (pada perubahan tipe perjodohan Saccharomyces
cereviseae). Pada operon laktosa terdapat tiga gen struktural yang salah
satunya ialah lak-Z yang menyandikan enzim b-galaktosidase, yang
berperan mengkatalisis penguraian laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Enzim b-galaktosidase akan diekspresikan apabila tersedia laktosa dan
tidak ada glukosa, dan ekspresinya harus dihentikan bila glukosa cukup
tersedia atau tidak tersedia laktosa. Ekspresi operon laktosa diatur
dengan dua cara yaitu dengan protein represor yang berinteraksi dengan
laktosa, atau dengan protein aktivator yang berinteraksi dengan glukosa.
Gen regulator lak-i akan menyandikan protein represor, yang bila tidak
ada laktosa akan mencegah transkriptase melakukan inisiasi transkripsi.
Bila ada laktosa maka senyawa ini akan mengubah konfigurasi protein
represor sehingga tidak dapat menghalangi transkriptase menginisiasi
transkripsi. Protein aktivator CAP yang disandikan oleh gen regulator
crp berfungsi mengaktifkan transkriptase. Protein CAP dapat berperan
sebagai aktivator bila berasosiasi dengan cAMP, yang ketersediaannya
dalam sel ditentukan oleh keberadaan glukosa.
Apabila
kuantitas glukosa tinggi, cAMP rendah maka CAP tidak dapat mengaktifkan
transkriptase, dan sebaliknya bila glukosa rendah, cAMP tinggi maka CAP
dapat mengaktifkan transkriptase. Operon triptofan keberlangsungan
ekspresinya diatur pada tingkat RNA yang ditranskripsikan; dan
pengaturan tersebut dilakukan oleh triptofan hasil metabolisme. Pada
operon triptofan terdapat lima gen struktural dan satu gen regulator
(trp-L); dengan trp-L berada tepat di belakang promotor. Inisiasi
transkripsi akan berjalan dengan lancar, dan transkriptase akan memasuki
wilayah trp-L. Regulasi berlangsung pada saat enzim transkriptase
berada pada ruas trp-L, yaitu dengan menentukan apakah transkripsi akan
berhenti pada trp-L atau dilanjutkan ke ruas gen yang ada di belakangnya
(trpE sampai trpA).
Sumber buku Genetika Karya Muhammad Jusuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar