BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap makhluk hidup memiliki
perbedaan dalam melakukan pembiakan dalam hidupnya. Termasuk didalamnya adalah
tumbuhan. Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup yang memiliki cara
pembiakan yang beragam. Setiap makhluk hidup melakukan pembiakan dalam kehidupannya
agar dapat mempertahankan keturunanya. Pembiakan pada tumbuhan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu vegetatif dan generatif. Pembiakan dengan cara generatif
dapat dilakuakan dengan menggunakan biji/benih. Biji/benih setelah ditanam pada
kondisi lingungan yang mengunungkan akan berkecambah, bila biji tersebut
dikecambahkan pada media pertanaman akan muncul bibit yang dalam pertumbuhan
selanjutnya akan menjadi tanaman dewasa.
Teknik dan tatacara penanganan benih dan
persemaian berkaitan erat dengan sistim biologi benih yang bersangkutan. Untuk
mengerti sejauh mana pengaruh penanganan benih dan persemaian terhadap mutu
benih, perlu diketahui dasar-dasar genetik dan biologi benih. Di dalam
kegiatan-kegiatan penanganan benih dan persemaian, hasil terbaik dapat
diperoleh apabila pengetahuan tentang dasar-dasar ini digunakan secara tepat.
Benih merupakan komponen penting
teknologi kimiawi-biologis yang pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman
pangan masih menjadi masalah karena produksi benih bermutu masih belum dapat
mencukupi permintaan pengguna/petani. Benih dari segi tehnologi diartikan
sebgai organism mini hidup yang dalam keadaan istirahat atau dorman yang
tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi. Oleh
karena itu dalam pemilihan benih haruslah benih yang benar-benar baik yang akan
dijadikan sebagai bakal dari tanaman. Benih bermutu adalah benih murni dari
suatu varietas, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah di atas 80% dengan
bibit yang tumbuh kekar, bebas dari biji gulma, penyakit, hama, atau bahan
lain. Dalam penanamannya, benih tidak sepenuhnya tumbuh secara normal. Karena
benih mengalami dormansi. Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan
tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya
perkecambahan. Dormansi disebabkan oleh berbagai macam hal diantaranya adalah;
kulit benih yang impermeabel dan keadaan embriyo dari benih tersebut. Rendahnya
/ tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit
benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih.
Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih
yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan
menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam
benih. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit
biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada tanaman
pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi, sedangkan pada sayuran
dormasni sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan semangka non biji. Untuk
itu perlu dilakukan peretasan terhadap benih agar benih dapat tumbuh dengan
baik. Tumbuhan dapat kita kembangbiakan dari biji yang terdapat pada buah.
Tetapi tanaman yang bersal dari buah ini akan banyak menimbulkan sifat variasi
yang akan tidak sama dengan induknya.
1.2 Tujuan
1.
Untuk mengetahui struktur kecambah dua
macam jenis benih dan mengetahui keragaan perkecambahannya.
2.
Untuk melatih mahasiswa agar dapat
melakukan uji jejuatan tumbuh (vigor) bibit, dan memahami relevansi uji
kedalaman tanam.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Apabila dikaitkan dengan tujuan pemanfaatanya,
biji mempunyai dua pengertian, yaitu biji dan benih. Biji mempunyai makna yang
lebih luas dari pada benih. Biji dapat digunakan untuk bahan pangan, pakan
tenak (hewan), atau bahan untuk ditanam selanjutnya. Sedangkan benih adalah
biji terpilih yang hanya digunakan untuk penanaman selanjutnya dalam rangka
untuk mengembangkan tanaman atau memproduksi biji baru (Ashari,1995).
Tanaman baru yang berasal dari biji
(benih), umumnya akan serupa dengan tanaman induknya, apabila tidak terjadi
intervensi tepung sari asing yang tidak diinginkan jatuh pada stikma(kepala
putik). Suatu perkecualian yang terjadi pada beberapa jenis tanaman seperti
pada beberapa spesies rumputan dan Citrus, dimana dihasilkan biji (asexual
seed), aparatus (egg apparatus). Jadi di sini tidak terjadi pembuahan antara
telur dan sperma (fertilization); juga tidak terjadi campuran sifat dari tepung
sari (ayah) dan sel telur (mother sell) atau telur. Pada keadaan seperti ini,
embrio seluruhnya dibentuk dari sel tanaman induk. Karena itu sifat
keturunannya identik dengan sifat tanaman induk (Kamil, 1979).
Penyapihan dilakukan setelah bibit
tumbuh setinggi 5-10 cm untuk tanaman berbiji kecil dan 15-20 cm untuk tanaman
berbiji besar. Sebelum dipindahkan, lakukan penyeleksian bibit terlebih dahulu.
Hanya bibit yang tumbuh subur dan kekar dengan perakaran lurus yang
dipindahkan. Sementara itu, bibit yang tumbuh lambat, kerdil, tidak sehat dan
perakarannya bengkok sebaiknya dibuang. Pemindahan dilakukan dengan mengangkat
bibit secara hati hati dari persemaian beserta media yang ada di sekitar
perakarannya. Usahakan tidak ada akar bibit yang putus atau rusak agar kondisinya
tetap baik saat ditanam di media sapih. Untuk bibit yang tumbuh di bedeng semai
tidak perlu dipindahkan semuanya, hanya untuk penjarangan. Sementara itu,
sisanya tetap dibiarkan tumbuh di bedeng semai dan disampih sampai cukup besar
untuk disambung, diokulasi, atau ditanam di lahan. Bibit yang tumbuh secara
individual di dalam polibag tidak perlu dipindahkan sampai siap tanam di lahan
(Redaksi Agromedia,2007).
Bahwa keadaan lingkungan di lapangan
itu sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh bibit adalah sangat nyata
dan perbedaan kekuatan tumbuh bibit dapat terlihat nyata dalam keadaan
lingkungan yang kurang menguntungkan. Di samping itu kecepatan tumbuh bibit
dapat pula menjadi petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. (Harjadi, 1979)
Dalam
ilmu teknologi benih yang dimaksud dengan bibit adalah tumbuhan muda yang
makanannya tergantung kepada persediaan bahan makanan yang terdapat dalam biji.
Pada kondisi menguntungkan suatu biji akan berkecambah. Apabila biji tersebut
akan dikecambahkan pada medium tanah akan terjadi suatu peristiwa dimana bibit
muncul diatas permukaan tanah. Berdasarkan letak cotyledon atau scutellum
terhadap permukaan tanah maka didapat 2 tipe bibit yaitu epigeal dan hypogeal
(Hasbi, 2000).
Komponen biji adalah struktur lain di dalam biji yang
merupakan baagian dari kecambah, seperti calon akar (radicle), calon daun/batang (plumule)
dan sebagainya. Sebelum embrio memulai aktivitasnya, selalu didahului dengan
proses fisiologis hormon dan enzim. Dengan demikian, ada dua jenis aktivitas yaitu aktivitas
morfologi dan aktivitas kimiawi. Aktivitas morfologi ditandai dengan pemunculan
organ-organ tanaman seperti akar, daun dan batang. Sedangkan aktivitas kimiawi
diawali dengan dengan aktivitas hormon dan enzim yang menyebabkan terjadinya
perombakan zat cadangan makanan seperti kaarbohidrat, protein, lemak dan
sebagainya. Proses kimiawi berperan sebagai penyedia energi yang akan digunakan
dalam proses morfologi, dengan demikian kandungan bahan kimia yang terdapat
dalam biji merupakan faktor yang sangat menentukan dalam perkecambahan biji
(Ashari, 1995).
Ada dua peristiwa yang terjadi pada masa perkecambahan
yaitu infiltrasi air merupakan peristiwa masuknya air menembus kulit biji
hingga ke dalam biji dan imbibisi melalui sel-sel aleuron, air yang masuk
kedalam biji diserap oleh zarrah-zarrah
koloig sehingga terjadi pembengkakan. Kulit gabah yang tidak dapat menahan
desakan dari dalam akan pecah sehingga calon akar dan calon batang yang terdapat pada ujung benih
akan keluar. Akan yang tumbuh memanjang akan diikuti oleh pertumbuhan batang
(Kanisius,1990).
Tumbuhan
yang masih kecil, belum lama muncul dari biji dana masih hidup dari persediaan
makanan yang terdapat dalam biji (Tjitrosoepomo, 1985).
Epigeal
terjadi apabila perbentangan luas batang dibawah daun lembaga atau hipokotil
sehingga mengakibatkan daun lembaga kotiledon ke atas tanah. Sedangkan hypogeal
terjadi apabila pembentangan luas batang teratas atau epikotil sehingga daun
lembaga ikut tertarik ke atas tanah tetapi kitoledon tetap dibawah tanah
(Pratiwi, 200).
Proses
metabolism perkecambahan :
1.
Tahap pertama : Dimulai dengan proses
penyerapan air oleh benih, melalui kulit benih dari hidrasi protoplasma.
2.
Tahap kedua : Dimulai dengan kegiatan
enzim dan sel serta naiknya tingkat respiorasi benih.
3.
Tahap ketiga : Terjadi penguraian
bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menajdi bentuk-bentuk yang
terlarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh.
4.
Tahap keempat : Asimilasi dari
bahan-bahan yang telah diuraikan tadi didaeraah meristematik untuk mengahsilkan
energy bagi pembentukan komponen dan pertumbuhan se-sel baru.
5.
Tahap kelima : Pertumbuhan dari kecambah
melalui proses pembelahan, pembesaran, dan pembagian sel-sel pada titik-titik
tumbuh (Sutopo, 2002).
Perbanyakan duku dengan
biji mempunyai tingkat keberhasilan cukup tinggi, Tetapi tanaman membutuhkan
waktu cukup lama untuk berbuah. Mendiola (1922) dan Polo (1926) menyatakan,
pertumbuhan bibit duku asal biji sangat lambat, terutama setelah berumur 1−2 tahun.
Gusniwati (2001) juga menyatakan, perbanyakan bibit duku dengan biji memiliki beberapa
kelemahan, yaitu masa tanaman belum menghasilkan cukup lama, sekitar 20−25
tahun, dan tanaman yang dihasilkan tidak selalu sama dengan induknya
(Supriatna, 2010).
Persemaian
merupakan titik awal yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan tanaman. Pengadaan
bibit melalui persemaian ini mengandung berbagai permasalahan, diantaranya
permasalahan penyakit. Beberapa patogen umumnya menyukai anakan semai karena
kondisi fisiologisnya yang sangat lemah dan rapuh. Baker (1950) menggambarkan
kondisi fisiologis tanaman sebelum mencapai pertumbuhan yang mantap yaitu,
tingkat sukulen, yang berlangsung beberapa minggu, mulai dari saat munculnya
benih di atas permukaan tanah hingga hipokotil mengeras. Tingkat juvenil, yaitu
mulai mengerasnya hipokotil hingga periode yang tidak tertentu, yang tergantung
pada kondisi lingkungan anakan tersebut (Anggraeni, 2009).
Dalam rangka perbanyakan
pohon-pohon terseleksi di kebun benih telah dilakukan penelitian teknik
perbanyakan vegetatif, dengan hasil yang memuaskan. Pembiakan vegetatif sangat
diperlukan karena bibit hasil pengembangan secara vegetatif merupakan duplikat
induknya sehingga mempunyai struktur genetik yang sama (Na’iem, 2000).
Keuntungan lain dari pembiakan secara vegetatif adalah untuk pembangunan kebun
benih klon, bank klon dan perbanyakan tanaman yang penting dari hasil kegiatan
pemuliaan seperti hibrid yang steril atau tidak dapat bereproduksi secara
seksual serta perbanyakan masal tanaman terseleksi (Khan, 1993). Demikian pula
Campinhos (1993) menyampaikan bahwa penggunaan teknik pembiakan vegetatif pada
tanaman hutan diperlukan untuk konservasi genetik dan meningkatkan tingkat ketelitian
pada uji genetik dan non genetik atau mengurangi eror variasi (Adinugraha,
2007).
Pengujian viabilitas dan vigor benih di laboratorium
menggunakan tolok ukur daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh relatif (KCT relatif
), indeks vigor (IV), laju pertumbuhan kecambah (LPK), accelerated ageing (AA)
dan uji TZ. Pada pengujian TZ, benih dilembapkan dalam kertas basah selama 18
jam pada 20oC. Selanjutnya benih direndam dalam larutan tetrazolium klorida 1%
dalam buffer fosfat selama 6 jam, 30oC pada kondisi gelap (ISTA, 2003). Pengamatan
dilakukan dengan mengelompokkan benih sesuai dengan pola topografi pewarnaan
yang terbentuk. Dihitung persentase jumlah benih dalam tiap pola. Pengujian-pengujian
tersebut menggunakan 50 benih dengan delapan ulangan (Dina, 2007).
BAB
3. METODOLOGI
3.1.Tempat
dan Waktu
Praktikum Struktur Pertumbuhan Bibit dan Uji
Kedalaman Tanam dilakukan di Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Jember pada hari Kamis tanggal 15 Maret 2012 pukul 14.00 WIB sampai selesai.
3.2.Alat
dan Bahan
3.2.1.
Alat
1. Substrat
tanah
2. Substrat
pasir
3. Bak
pengecambah
4. Penggaris
5. Hand
sprayer penyemprot air
3.2.2.
Bahan
1. Benih
monokotil (padi atau jagung)
2. Benih
dikotil (kakao atau kacang tanah)
3.3.Cara
Kerja
1.
Membuat media tanam berupa campuran
tanah top soil dan pasir perbandingan 1 : 1, kemudian dibersihkan dan diayak
halus.
2.
Masukkan campuran media tanam kedalam
bak pengecambah hingga ½ - 2/3 tinggi
bak (untuk kedalaman 2,5 – 7,5), siam sampai kelembapan secukupnya.
3.
Tanam 20 -25 butir benih monokotil
(jagung atau padi) sebanyak 20 – 25 benih dan dikotil (kakao atau kacang tanah)
dengan kedalaman 2,5 ; 5,0 dan 7,5 cm dalam tiga ulangan.
4.
Tutup benih yang telah ditanam dengan
campuran tanah lembab yang sama setinggi kedalaman tanam.
5.
Setiap bak pengecambahan ditanam satu
macam jenis benih dengan kedalaman tertentu (sesuai perlakuan) sebanyak tiga
lajur (3 ulangan). Jangan lupa untuk menjaga kelembapan substrat setiap saat.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha,
Hamdan Adma.,dkk. 2007. Pertumbuhan Stek Pucuk dari Tunas Hasil Pemangaksan
Semai Jenis Eucalyptus pellita F. Muell di Persemaian. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol.1
No.1:1-2
Anggaeni, Ila.,
dkk. 2009. Pengendalian Cylindrocladium
sp. Penyebab
Penyakit Lodoh Pada Bibit Acacia mangium Wild
Dengan Fungsi Antagonis Trichoderma sp.
dan Gliocladium sp. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.6 No.4:2
Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek
Budidaya. Jakarta : Universitas Indonesia.
Dina,
dkk. 2007. Pola Topografi Pewarnaan
Tetrazolium sebagai Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai (Glycine
max L.Merr.) untuk Pendugaan Pertumbuhan Tanaman di Lapangan. Jurnal Bul. Agron 35(2):2
Hasbi,
R.2000. Teknologi Benih.Jakarta:Bumi Aksara.
Harjadi. 1979. Koperasi
Pemasaran Hortikultura: Keberhasilan dan Kendala. Media Komunikasi dan
Informasi. April No. 16 Vol. IV, hal. 31.
Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi
Benih I. Padang : Angkasa Raya
Kanisuis, A.
A.1990.Budidaya
Tanaman Padi.Yogyakarta:Kanisius.
Pratiwi. 2000. Biologi. Jakarta : Erlangga
Redaksi Agromedia. 2007. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Agromedia Pustaka. Jakarta. Cet. Ke-3
2008.
Supriatna, Ade., dkk. 2010. Teknologi Pembibitan Duku dan
Prospek Pengembangannya. Jurnal Litbang
Pertanian 29(1):2
Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar